AJATAPPARENG.ONLINE, SIDRAP – Gedung Perpustakaan Pangkajene, Kabupaten Sidrap, Sabtu siang (20/9), berubah menjadi ruang refleksi demokrasi yang hangat.
Komunitas Literasi Anak Bangsa (KLAB) Sidrap kembali menggelar diskusi publik bertajuk “Narasi Media & Literasi Publik: Membaca Ulang Gelombang Protes Agustus Kelabu.”
Kegiatan ini merupakan agenda rutin KLAB yang secara konsisten membahas isu-isu penting dan aktual di tanah air, menjadikannya wadah edukasi publik yang terus hidup.
Hampir empat jam forum berlangsung, dipandu oleh Sekretaris KLAB, Aryuni Juminarni, menghadirkan pertemuan pemikiran dari pegiat literasi, aparat, hingga kalangan media.
Sejak awal, Aryuni menegaskan bahwa tujuan diskusi ini bukan sekadar mengulang peristiwa, melainkan menajamkan refleksi agar masyarakat semakin kritis, aparat lebih humanis, dan media lebih beretika.
“Diskusi ini adalah ruang belajar bersama. Kita ingin memastikan ruang publik kita sehat, jernih, dan inklusif,” ujarnya.
Tiga narasumber tampil memberi pandangan dengan sudut pandang berbeda. Arsyidsah, Devisi Humas KLAB, membuka dengan penekanan pada literasi publik sebagai benteng daya kritis.
Menurutnya, tanpa kemampuan memilah informasi, masyarakat mudah hanyut dalam arus provokasi media sosial. “Literasi adalah benteng dari disinformasi.
Agustus Kelabu mengingatkan kita, tanpa daya kritis, masyarakat bisa larut dalam amarah, sementara substansi persoalan terlupakan,” jelasnya.
Sesi berikutnya diisi Kapolsek Mariengngae, IPTU Irwansyah Taufiq, S.H., yang menegaskan posisi kepolisian dalam mendampingi aspirasi warga.
Ia menilai forum semacam ini positif sebagai ruang mencari solusi bersama. “Unjuk rasa adalah hak konstitusional. Tugas kami adalah mendampingi, bukan menekan. Polri berbenah agar pengamanan aksi lebih humanis,” tegasnya.
Beliau juga mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap hoaks yang beredar di media sosial, karena dapat merusak sendi persatuan.
Diskusi kian lengkap dengan paparan Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Sidrap, Edy Basri, S.H., dari unsur jurnalis.
Pimpinan Redaksi Katasulsel.com ini mengingatkan bahwa media tidak boleh berhenti pada permukaan peristiwa, melainkan harus menyajikan berita dengan akurasi, keadilan, dan kemanusiaan.
“Media adalah cermin demokrasi, tapi bisa juga menjadi pisau bermata dua jika etika diabaikan. Jurnalisme harus memberi ruang pada semua suara: massa aksi, aparat, maupun masyarakat sipil,” ungkapnya.
Forum berlangsung cair, interaktif, dan disambut antusias audiens. Hadirin dari berbagai latar belakang larut dalam percakapan sehat, membuktikan bahwa ruang demokrasi lokal masih tumbuh subur di Sidrap.
Moderator kemudian menutup dengan simpulan bersama: literasi publik adalah fondasi daya kritis, Polri menjamin ruang aspirasi dengan pendekatan humanis, sementara media menjaga kebenaran agar tetap utuh.
“Tiga komponen ini saling melengkapi. Inilah semangat yang ingin kita rawat bersama,” kata Aryuni.
Diskusi publik ini sekali lagi menegaskan satu pesan utama: menjaga ruang publik yang sehat bukanlah tugas satu pihak semata, melainkan kerja kolektif masyarakat, aparat, dan media.
Dari Sidrap, optimisme itu terus hidup, menandai komitmen bersama menuju demokrasi yang lebih matang. (asp)