Menu

Mode Gelap
Jemaah Haji Indonesia Mulai Tiba di Madinah Alasan ‘Sport Tourism’, Sirkuit Puncak Mario Dijadwalkan Gelar Putaran Kedua Oneprix 2025 SAR Effect, Program Clean Up di Sidrap Massif di Berbagai Titik CJH Tertua Sulsel Asal Pinrang Berusia 102 Tahun, Sulaeman: Bersyukur, Dikasi’ Bonus Umur untuk Berhaji Gubernur Sulsel Pastikan Proyek Stadion Masuk Prioritas Kementerian PU

Fokus · 10 Apr 2025 06:41 WIB ·

Nilai Kehormatan Jadi Alasan Merantau, Menag RI Ungkap 4 Filosofi Siri’ Bugis-Makassar


 Nilai Kehormatan Jadi Alasan Merantau, Menag RI Ungkap 4 Filosofi Siri’ Bugis-Makassar Perbesar

AJATAPPARENG.ONLINE, MAKASSAR — Nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat Bugis-Makassar terbukti menjadi pendorong utama lahirnya semangat merantau. Hal ini disampaikan langsung oleh Imam Besar Masjid Istiqlal sekaligus Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. KH. Nasaruddin Umar, dalam Musyawarah Besar (Mubes) XII Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) yang digelar di Hotel Four Points by Sheraton, Makassar, Kamis (10/4/2025).

Dalam forum yang dihadiri ratusan tokoh dan perantau asal Sulawesi Selatan itu, Prof. Nasaruddin mengurai secara mendalam empat alasan filosofis yang menjadi latar belakang migrasi masyarakat Bugis-Makassar. Semua alasan tersebut bermuara pada satu nilai utama: siri’—harga diri.

“Perantauan orang Bugis-Makassar bukan semata-mata karena faktor ekonomi atau petualangan, tetapi lebih dalam dari itu—karena kehormatan dan tanggung jawab sosial,” ungkapnya.

Ia menjelaskan empat bentuk siri’ yang mendorong seseorang untuk merantau. Pertama, Siri’ Masiri, yakni keinginan menjaga atau meningkatkan martabat pribadi maupun keluarga. Menurutnya, ini adalah bentuk migrasi yang paling mulia.

Kedua, Siri’ Ripakasiri, terjadi saat seseorang merasa martabatnya direndahkan atau keluarganya dilecehkan. Dalam kondisi ini, merantau menjadi pilihan untuk menyelamatkan harga diri.

Ketiga, Pura Siri’, menggambarkan kehilangan legitimasi sosial karena melanggar kepercayaan masyarakat. Prof. Nasaruddin mengisahkan contoh legendaris Raja Soppeng yang memilih mundur karena kehilangan siri’ setelah tidak jujur dalam menemukan harta di sawah, yang kemudian berdampak pada gagal panen dua tahun berturut-turut.

Terakhir, Mate Siri’ atau Massipa Asu, merupakan titik terendah dalam martabat Bugis-Makassar, di mana seseorang dianggap tidak memiliki kehormatan lagi.

Namun demikian, Prof. Nasaruddin menekankan pentingnya penyaringan nilai-nilai budaya. Tidak semua bentuk siri’ harus dijunjung. Ia mengingatkan agar masyarakat hanya mempertahankan nilai-nilai yang sejalan dengan ajaran Islam dan kemanusiaan.

“Siri-siri yang kontradiktif dengan ajaran Islam jangan dipertahankan. Tetapi siri’ yang mendukung nasionalisme atau mengangkat martabat kita, itu yang perlu dipertahankan,” tegasnya.

Pemaparan Prof. Nasaruddin menjadi salah satu momen reflektif yang paling dalam dalam Mubes KKSS tahun ini. Ia mengajak masyarakat Bugis-Makassar untuk menggali dan memahami akar budayanya dengan bijak, lalu mewariskannya dalam semangat yang lebih Islami, nasionalis, dan progresif. (*)

Artikel ini telah dibaca 27 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Tenaga Ahli Menag RI Tinjau Layanan Fast Track di Bandara Embarkasi Solo

3 Mei 2025 - 16:18 WIB

Awal Bulan, BRI Sidrap Layani Pensiunan dengan Cepat dan Nyaman

3 Mei 2025 - 07:01 WIB

Jemaah Haji Indonesia Mulai Tiba di Madinah

2 Mei 2025 - 23:35 WIB

Alasan ‘Sport Tourism’, Sirkuit Puncak Mario Dijadwalkan Gelar Putaran Kedua Oneprix 2025

2 Mei 2025 - 07:46 WIB

Gubernur Sulsel Pastikan Proyek Stadion Masuk Prioritas Kementerian PU

2 Mei 2025 - 05:10 WIB

Jalan Sehat Meriahkan Hardiknas 2025 di Sidrap, Bupati Tekankan Peran Strategis Guru

1 Mei 2025 - 04:48 WIB

Trending di Fokus