AJATAPPARENG.ONLINE, PAREPARE — Mantan Pimpinan Bawaslu RI 2012-2017 Nasrullah turun tangan mengawal kasus dugaan politik uang Pilwalkot Parepare. Dirinya ditugasi khusus oleh DPP Nasdem, dimana Nasrullah menjabat sebagai Sekretaris KSN.
“Begitu DPP Nasdem mendengar dugaan kasus ini, kita langsung bergerak. Sebagai partai yang mengusung idealisme anti mahar politik, kita komitmen mengawal Pilkada yang berintegritas,” tegas Nasrullah, saat konferensi pers di Alya Sweetness, Selasa, (10/4/2018).
Dia menjelaskan berdasarkan catatannya, syarat saksi dan barang bukti untuk memproses kasus itu sudah cukup. Baik itu aspek pelanggaran pidana maupun pelanggaran administrasinya.
Nasrullah mengutip Pasal 187 poin A hingga D dalam UU Nomor 10 Tahun 2016. Dalam pasal tersebut disebut bahwa orang yang terlibat politik uang sebagai pemberi bisa dipenjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan. Selain hukuman badan, pelaku juga dikenakan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
“Panwaslu Parepare kita minta fokus pada aspek pelanggaran pidana ini. Klarifikasi semua yang terlibat agar menghasilkan keputusan yang objektif. Siapa penerima, siapa yang menggalang warga datang, siapa pemberi, dari mana sumber uangnya, dan siapa yang berada di lokasi saat kejadian. Termasuk paslon/calon, juga harus diminta klarifikasinya. Itu sudah standar Panwaslu,” bebernya.
“Jika semua yang terlibat telah diklarifikasi, itu artinya prosesnya tuntas. Jika cuma orang kecil yang diklarifikasi, bagaiaman mungkin menghasilkan keputusan yang tepat,” tambah mantan Komisioner KPU DI Yogyakarta itu.
Sementara pada aspek administrasi, pihaknya bakal mendorong ke Bawaslu Sulsel sesuai pasal 135, tentang pelanggaran administrasi yang sistematis, terstruktur dan massif
“Pasal 135 A UU Pilkada yang mengatur pembatalan pasangan calon yang memberikan uang kepada pemilih. Jadi sangat mungkin di-diskualifikasi,” tegas Nasrullah.
Nasrullah juga menanggapi mengenai alibi yang disampaikan paslon nomor urut 1, menyusul terungkapnya dugaan politik uang tersebut. Beberapa saat setelah terpublikasi, klarifikasi segera muncul dengan menyebut uang Rp50 ribu tersebut merupakan transpor yang diberikan oleh PDIP.
Selanjutnya menyusul publikasi berturut-turut; Partai Demokrat juga sering menggunakan posko induk TP sebagai tempat rapat. Begitu pula PSI, yang menyebut alasan yang sama. Posko induk TP lebih nyaman, ber-AC dan ada kursi.
“Yang namanya kesalahan, pasti ada pembelaan. Itu sudah biasa bagi kami waktu bekerja sebagai pengawas. Sudahlah, kita sama-sama tau lah apa sebenarnya yang terjadi. Perspektif pengawas-lah yang harus lebih tajam. Ini juga kesempatan bagi panwas untuk menunjukkan prestasi,” ujarnya.
Dia meminta Gakkumdu tak perlu khawatir dalam memproses kasus itu. Perdebatan dan pembuktian di pengadilan akan menentukan. “Dalam catatan kami, ada uang, ada saksi, ada pengakuan. Intinya, ini kasus bisa masuk,” ucapnya.
Terakhir, jika proses yang berlangsung tidak berlangsung sesuai harapan, pihaknya membuka kemungkinan membawa kasus ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) serta langkah-langkah lain yang dianggap perlu dalam menuntaskan kasus ini. “Kita akan back up habis,” tutupnya.
Kasus ini berawal dari temuan warga adanya pembagian amplop berisi pecahan Rp50 ribu, pada Jumat malam. Sejumlah warga mengaku diberikan amplop tersebut, usai mengikuti pertemuan di Posko Induk Paslon nomor urut 1 Taufan Pawe-Pangerang Rahim (TP). Temuan itu langsung dilaporkan oleh warga diwakili Zainal Aziz Mandeng di Panwaslu pada Sabtu dini hari.
Kasus ini juga telah menjadi sorotan nasional, setelah disusul dengan aksi demonstrasi oleh warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pro Demokrasi. Aksi telah berlangsung selama tiga hari berturut-turut sejak Minggu, Senin dan hari ini, Selasa, tukasnya.(mp1/ajp)