AJATAPPARENG ONLINE, SIDRAP — Pertunjukan Teater kelas dunia di bawah arahan salah satu sutradara teater terbaik di dunia Robert Wilson, I La Galigo tampil kembali pada 3, 5, 6 dan 7 Juli 2019 di Teater Ciputra Artpreneur Jakarta.
Salah satu aktor dari pertunjukan ini adalah Henra Setiawan Maksidatung, putra daerah Sidrap, yang merupakan Guru Seni Budaya di SMPN 1 Tellu Limpoe Sidrap.
Selain berprofesi sebagai guru seni budaya, dia juga sebagai pimpinan sanggar seni pajoge andino sidrap.
“Kebanggan tersendiri bisa menjadi salah satu aktor dalam pertunjukan I La Galigo ini, mendapat banyak ilmu baru dari beberapa coach seniman yang ahli dalam bidangnya, bekerja sama dengan para team sangat professional, tampil diatas panggung yang megah dan berkelas dunia, dan bisa membawakan epos kuno terpanjang didunia yang berasal dari Sulaweis Selatan,” ujar Henra setiawan, Jumat (5/7/2019).
Menurut Hendra hampir dua dekade melanglang dunia, karya sastra terpanjang di dunia, I La Galigo, akhirnya pulang ke rumah.
Karya sastra kuno Sulawesi Selatan bernama Sureq Galigo ini telah dipentaskan di 9 negara dan 18 kota di dunia diantara adalah Lincoln Center Festival New York, Het Muziektheater Amsterdam, Forum Universal de les Cultures Barcelona, Les Nuits de Fourviere Rhone Prancis, Ravenna Festival Italia, Metropolitan Hall for Taipei Arts Festival Taipei, Melbourne International Arts Festival, Teatro Arcimboldi Milan, lalu pulang kampung ke Makassar. Bahkan ‘I La Galigo menjadi pementasan khusus kelas dunia saat pembukaan Annual Meetings IMF-World Bank Group 2018 di Bali.
Hendra menjelaskan I La Galigo merupakan adaptasi dari Sureg Galigo yang bercerita tentang mitos penciptaan suku Bugis yang terekam dalam syair bahasa Bugis kuno.
Puisi panjang itu kemudian dipilih dan dipilah, dan diadaptasi ke dalam naskah pementasan teater. ‘I La Galigo’ yang naskahnya diadaptasi dari ‘Sureq Galigo’ atau naskah Bugis kuno dari abad ke-14 telah diakui dunia internasional. ‘Sureq Galigo’ sendiri diakui oleh UNESCO sebagai world heritage-memory of the world.
“I La Galigo menampilkan kisah perjalanan, petualangan, peperangan, kisah cinta terlarang, upacara pernikahan yang rumit, dan juga pengkhianatan,” kata Hendra.
Walau kisahnya terjadi pada masa lalu, ternyata ceritanya masih sangat menarik, dinamis, dan relevan dengan kehidupan modern. Inilah kekuatan dari naskah I La Galigo.
Pertunjukan yang dirangkai secara modern ini dapat memperkenalkan naskah kuno asli Indonesia kepada generasi muda bahkan menampilkan revitalisasi lagu, aransemen lagu, dan kreasi baru musik untuk memperkuat adegan dan membangun image I La Galigo sebagai pertunjukan yang berdaya.
Sebanyak 70 instrumen musik dari berbagai instrumen tradisional Sulawesi, Jawa, dan Bali akan digunakan untuk menciptakan ekspresi yang lebih dramatis dalam pertunjukan.
Pemain yang tampil dalam I La Galigo 2019 ini adalah pemain generasi kedua dengan pergantian beberapa pemain yang telah disaring melalui beberapa tahapan seleksi bakat yang ketat dibeberapa provinsi yang ada di Indonesia, dan melalui proses latihan yang panjang dan disatukan dalam satu panggung spektakuler. (asp/ajp)