AJATAPPARENG.ONLINE, SIDRAP — Pengadilan Negeri Sidrap menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Andika (17), remaja yang menghabisi nyawa Muh Irwan Ghazali alias Wawan (40), pimpinan grup musik gambus Al-Ghazali.
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang yang digelar beberapa waktu lalu, dan lebih berat satu tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang hanya menuntut 9 tahun penjara.
Tak terima dengan vonis itu, Andika sempat mengajukan banding. Namun, upaya tersebut kandas setelah Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan memperkuat putusan PN Sidrap.
Kini, Andika hanya memiliki dua opsi: menerima hukuman atau mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Waktu 14 hari untuk menentukan langkah selanjutnya kini tengah berjalan.
Jaksa Penuntut Umum, Juanda Maulud Akbar, S.H., dalam keterangannya saat acara pemusnahan barang bukti di Kejaksaan Negeri Sidrap pada Selasa, 27 Mei 2025, menyatakan bahwa putusan dijatuhkan setelah hakim menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
“Meskipun masih di bawah umur, niat terdakwa dianggap kuat dan jelas,” ujar Juanda.
Peristiwa tragis ini terjadi pada bulan Ramadhan di Kelurahan Rijang Pittu, Kecamatan Maritengngae. Motif pembunuhan disebut berawal dari masalah pembayaran upah.
Andika mengaku hanya menerima Rp500 ribu dari total Rp2 juta yang dijanjikan sebagai upah kerja. Berkali-kali menagih namun tak digubris, emosi remaja ini akhirnya meledak.
Pada malam kejadian, Andika mendatangi rumah korban sambil membawa sebilah senjata tajam.
Dalam persidangan, empat saksi dihadirkan, termasuk pemilik motor yang digunakan Andika menuju tempat kejadian perkara. Kesaksian mereka memberikan gambaran utuh tentang motif dan kronologi pembunuhan.
“Motifnya muncul karena terdakwa sudah berulang kali menagih haknya, tapi tidak digubris,” jelas Kasi Pidum Kejari Sidrap, Ridwan Syaputra, S.H.
Setelah kejadian, Andika sempat menghilang selama 10 hari sebelum akhirnya ditangkap di rumah neneknya di Enrekang.
Kasus ini meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Sidrap. Satu nyawa melayang, satu masa depan hancur, dan rasa aman terguncang hanya karena persoalan sepele: gaji yang tak dibayar.