AJATAPPARENG.ONLINE, SIDRAP — Aksi unjuk rasa yang digelar Forum Masyarakat Bendoro Bersatu Peduli Tanah Negara (FMB2PTN) mendapat tanggapan serius dari DPRD dan Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap).
Forum yang terdiri dari warga Kelurahan Mojong dan Tellumae ini menyuarakan keresahan atas dugaan penyalahgunaan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Semesta Margareksa.
Warga menuntut kejelasan status lahan, penghentian transaksi ilegal, serta redistribusi tanah untuk kepentingan masyarakat. Merespons tuntutan tersebut, DPRD Sidrap menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang menghadirkan berbagai pihak terkait.
Ketua FMB2PTN, Abdul Razak, menyampaikan bahwa masyarakat tidak ingin terjadi konflik horizontal akibat kepemilikan lahan yang tidak jelas. Ia menegaskan bahwa forum hadir dengan cara damai dan berdasarkan aturan.
“Kami ini masyarakat yang taat hukum, tapi diamnya kami dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang kami curigai sebagai mafia tanah. Kami minta kejelasan dan solusi agar tidak terjadi pertumpahan darah di kemudian hari,” ujarnya.
Razak juga menyoroti hilangnya sejumlah aset desa di wilayah tersebut, termasuk pasar dan arena balap motor cross. Ia berharap pemerintah segera mengambil langkah nyata dan melibatkan semua pihak untuk menghindari konflik lanjutan.
Menanggapi hal ini, juru bicara PT Semesta Margareksa, Zoni, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan kuasa kepada siapa pun untuk menjual lahan eks HGU tersebut.
“Kami sudah beberapa kali melakukan somasi terhadap oknum yang menyerobot lahan. Bahkan ada kasus yang telah sampai ke pengadilan dan terbukti bersalah. Tapi sampai sekarang, tidak semua tindak lanjutnya jelas,” ujarnya.
Dari sisi administrasi, Sekretaris Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sidrap, Jemmy Harun, mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ditemukan transaksi jual beli resmi di wilayah tersebut.
“Data kami menunjukkan bahwa PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) atas nama PT Margareksa masih aktif, belum ada yang terbit di atasnya,” jelas Jemmy.
Camat Wattangpulu, Arnol B, menambahkan bahwa pihak kecamatan juga belum pernah menerima permohonan resmi terkait penerbitan sertifikat atau transaksi tanah. Ia menekankan bahwa jika memang ada peralihan hak, maka harus ada pelepasan hak terlebih dahulu dari pemilik lama.
“Jika ada transaksi di bawah tangan, tentu kami tidak tahu karena tidak melewati jalur resmi,” ungkapnya.
Kasat Reskrim Polres Sidrap, AKP Setiawan Suratno, menjelaskan bahwa pihak kepolisian telah menerima beberapa laporan polisi terkait kasus ini.
“Ada yang dalam tahap penyelidikan dan penyidikan. Namun, kami tidak dapat membeberkan detail dalam forum ini. Silakan pelapor atau pihak yang dirugikan datang langsung ke Polres untuk mengetahui perkembangan kasusnya,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Sidrap dari Fraksi Nasdem, Abdul Rahman Mustafa, menyampaikan bahwa hasil RDP telah menyerahkan penanganan lanjutan kepada Pemkab Sidrap. Pemerintah daerah diminta membentuk tim gabungan yang terdiri dari perwakilan desa, kecamatan, kepolisian, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk meninjau langsung lokasi yang menjadi sengketa.
“Tim ini akan turun ke lapangan sebelum langkah-langkah lanjutan diambil,” tegasnya.
Rapat ini menjadi langkah awal dalam membuka komunikasi antara masyarakat, pemerintah, dan pihak perusahaan, dengan harapan ditemukan solusi adil dan tidak merugikan masyarakat yang telah lama menempati wilayah tersebut. (asp)