AJATAPPARENG.ONLINE, PINRANG –– Suasana haru terlihat di raut wajah Sulaeman Rotte Bagulu, seorang calon jemaah haji (CJH) asal Sulawesi Selatan (Sulsel). Ia akan meninggalkan tanah kelahirannya di Bacukiki, Kelurahan Kassa, Kecamatan Batulappa, Kabupaten Pinrang untuk menunaikan ibadah haji.
Sulaeman nampak tak mampu menahan tangisnya saat akan berpisah dengan keluarga untuk berangkat ke tanah suci. “InsyaAllah, doakan ka semua,” katanya pelan kepada Ernawati, sang anak bungsu.
Sulaeman akan berangkat ke tanah suci setelah masuk dalam 368 calon jemaah haji (CJH) asal Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang diberangkatkan ke Kota Makassar pada Kamis (1/5/2025).
Lahir pada 31 Desember 1922, Sulaeman tahun ini berusia 102 tahun dan tercatat sebagai calon jemaah haji tertua di Sulawesi Selatan. Umurnya bahkan lebih tua dari Bendungan Benteng Pinrang yang dibangun oleh Belanda pada tahun 1936.
Impian Sulaeman untuk berhaji tidak datang tiba-tiba. Sulaeman telah menabung lama dengan mengumpulkan sedikit demi sedikit dari hasil kebun miliknya. Prosesnya butuh waktu tujuh tahun. Di tengah keterbatasan, ia tetap bertahan dengan harapan. “Tujuh tahun. Cepat karena tua mo’. Biayanya dari hasil kebun itu dikumpul-kumpulkan, ada juga dibantu sama anak-anak,” ungkap Sulaeman seperti dirilis Tribun-Timur.com.
Walau Sulaeman tak pernah sekolah serta tak bisa membaca dan menulis, namun ia mampu menghafal surah-surah pendek. “Bagaimana bisa membaca menulis orang tidak pernah sekolah. Kalau mengaji surah yang dihafal saja,” tuturnya.
Di usianya yang sudah melewati satu abad, kondisi fisik Sulaeman mengejutkan banyak orang. Penglihatan dan pendengarannya masih baik. Ia bahkan masih aktif ke kebun, meski tidak sesering dulu. “Alhamdulillah, masih penglihatan bagus, pendengaran juga,” ujarnya sembari tersenyum.
Baginya, diam di rumah justru membuat tubuh terasa sakit. Maka berkebun, menyemprot tanaman, tetap menjadi rutinitas ringan yang dijalani sesekali. Ia merasa sehat selama terus bergerak. “Justru sakit kalau cuma di rumah. Biasa satu dua kali ke kebun, massempro’ (menyemprot),” katanya diselingi senyuman.
“Tidak pernah masuk rumah sakit, tidak. Itu masuk rumah sakit mungkin kalau menjenguk saudara atau anak. Penyakit cuma tensi biasa naik (tekanan darah tinggi),” sambungnya.
Bagi Sulaeman, kesempatan ini adalah anugerah besar. Bukan sekadar perjalanan spiritual, tapi penutup indah dari perjalanan hidup yang panjang. “Bersyukur masih diberi kesempatan, dikasi bonus umur selesaikan semua perintah Allah,” ucapnya.
Ia sadar usianya tak muda lagi. Tapi semangatnya menyaingi mereka yang puluhan tahun lebih muda. Nantinya, tengah kerumunan calon jemaah haji di tanah suci, Sulaeman akan berdiri sebagai simbol keteguhan untuk menjalankan perintah Allah. Sebelum berangkat, Sulaeman tak meminta banyak. Hanya satu harapan sederhana namun penuh makna. “Sehat-sehat sampai di sana, selesaikan semuanya (rukun). Pulang ke sini sampai selamat sehat-sehat,” harap Sulaeman yang diamini keluarga. (*spa)