Oleh: Shepa Wela
HM Alwi Hamu sudah seperti orang tua bagi kami, saat masih Harian PARE POS, (media dibawah naungan Fajar Group). Almarhum adalah teladan dan mentor bagi seluruh insan pers.
Kerja keras, integritas disertai keberanian khas bugis sangat kental dalam dirinya. Banyak rekam jejak Alwi Hamu yang membuktikan sosoknya sebagai pekerja keras. Beliau adalah saudagar. Perusahaan Media miliknya juga bertebaran di berbagai daerah.
2009 silam, saya berkesempatan belajar dari sosok Alwi Hamu. Kami sama-sama berjuang dan mengawal langkah politik HM Jusuf Kalla sebagai Capres, berpasangan dengan Wiranto (JK Win) waktu itu. Bersama di Institut Lembang 9, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Bergabung di barisan Tim Kampanye Nasional (Timkamnas) Relawan Nusantara.
Bapak Alwi Hamu langsung menjadi mentor kami. Penuh semangat. Menyusun strategi, branding media, hingga penyaluran alat peraga ke seluruh Indonesia. Sesekali, kami digilir untuk mendampingi Kampaye JK dan Wiranto ke seluruh Indonesia.
Kami dekat dengan sosok Almarhum. Banyak kisah, pengalaman dan pelajaran yang beliau ‘ijazahkan’ kepada kami. Kala itu, Institut Lembang 9 (IL9) bukan sekadar ormas sayap yang mendukung pencapresan JK, tapi sebagai institut pendidikan dengan diskusi-diskusi menarik, mulai politik, ekonomi, kebangsaan, tata negara hingga pengelolaan perusahaan media.
Jabatannya sebagai Staf Khusus Wapres saat itu, juga memberi pengalaman bagi kami jurnalis muda untuk ‘bebas’ wara wiri di Istana Wapres. Berkat Alwi Hamu, kami memiliki akses memantau situasi politik Nasional dari Istana Wapres.
Situasi politik saat itu memang memanas. Hubungan SBY – JK sebagai Presiden dan Wapres agak renggang, setelah ada wacana JK akan maju sebagai Capres 2009, dengan munculnya jargon ‘The Real Presiden’.
Meski bisa leluasa keluar masuk di kediaman Jusuf Kalla, Tapi, selaku orang bugis, Alwi Hamu tetap mengajarkan kami untuk mengedepankan adab dan etika. Bahkan, saya pernah ditinggal di Provinsi Banten saat mendampingi beliau kunjungan di acara KKSS Banten, gara-gara hanya memakai jeans.
Menurutnya, saya tidak bisa ikut ke istana Wapres bersama dirinya, karena saya menggunakan jeans. “Saya tinggako di sini. Cari cara pulang ke Jakarta. Saya mau ke istana Wapres. Ingat, orang Sidrap harus berani dan tak boleh hilang. Kita ketemu lagi di Jakarta,” pesannya sambil tersenyum.
Alhasil, saya cari cara untuk bisa pulang. Tentu saja, cara pertama minta bantuan pengurus KKSS Banten, kemudian minta diantar ke kantor redaksi Radar Banten. Dari sana, menumpang mobil salah satu petinggi Radar Bandung ke Jakarta.
Pagi ini, Sabtu (18/1/2025) mendengar kabar beliau berpulang ke rahmatullah. Selamat jalan pak Alwi. Semoga Husnul Khatimah. Bapak orang baik, masih terngiang pak Alwi yang penuh semangat, yang mewakili semangat seorang saudagar bugis tak akan pernah pudar. (*)