Di penghujung Januari 2020, Partai NasDem menggelar hajatan skala nasional di kota Makassar, Sulawesi Selatan. Kegiatan berupa Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) DPW NasDem se Indonesia, Rapat Konsolidasi DPD NasDem se-Sulsel, Pelantikan Ketua dan Pengurus DPP Garnita Malahayati NasDem. Selain itu dimeriahkan pula event pendukung yang sifatnya pemberdayaan, pelayanan masyarakat, hingga pentas kreativitas ala generasi milenial.
Menurut catatan, untuk kesekian kali DPP NasDem mempercayakan Sulawesi Selatan alias “Negeri Para Pemberani” (sebutan dipopulerkan oleh Surya Paloh,red) ini menjadi lokasi tempat kegiatan mereka yang berskala nasional. Tentu saja keputusan tersebut didasarkan pada alasan tertentu dan pertimbangan khusus.
Namun tafsir politik yang beredar di publik mengaitkannya dengan sosok sang nakhoda Rusdi Masse alias RMS. Sebagai pemimpin politik, RMS telah memberikan bukti atas janjinya. Berkat konsolidasi dan kerja kerasnya, sukses mengerek perolehan suara NasDem di Sulawesi Selatan naik dua kali lipat dan melebihi target dibandingkan Pemilu sebelumnya. Hal itu menjadi salahsatu poin yang menaikkan bargaining politik RMS di mata SP.
Karena itu tak salah bila perolehan suara siginifikan Partai NasDem menjadi “buah bibir”. Bahkan partai yang dipimpin RMS itu muncul sebagai poros atau “kekuatan baru” politik baru di Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur pada umumnya.
Bahkan,modal politiknya terbilang merata di seluruh daerah kabupaten/kota, menyongsong hajatan demokrasi 12 daerah (kab/kota) di Sulsel yang akan menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak, September 2020.
Mengutip hasil riset dan kajian dari Indonesia Development Engineering Consultant (IDEC), tentang pertanyaan siapakah partai politik (parpol) dan sosok yang berpengaruh menentukan arah politik pilkada kabupaten/kota di Sulsel?
NasDem dan Golkar, disebut parpol paling berpengaruh saat ini. Alasannya, berdasarkan hasil Pileg 2019 lalu, dua kekuatan politik penentu pada sejumlah pilkada di Sulsel 2020, berada pada dua poros partai politik tersebut. Kedua partai ini memiliki potensi perolehan kursi di DPRD kabupaten/kota yang cukup signifikan sebagai syarat pengusungan calon.
Kabupaten Maros misalnya, Golkar memiliki 7 kursi yang tanpa berkoalisi Golkar dapat mengusung calon bupati dan wakil bupati sendiri. Sementara Nasdem mengantongi 5 kursi yang berarti hanya membutuhkan 2 kursi tambahan untuk mengusung calon kepala daerah.
Adapun di Kota Makassar, Nasdem berpeluang untuk menjadi penentu arah koalisi dengan mengantongi 6 kursi. Selain itu, kedua partai juga memiliki peluang untuk mengusung calon Bupati dan
Wakil Bupati Barru sendiri.
Selain itu, IDEC juga mencatat ada “dua elite” penentu Pilkada 2020 di Sulsel yakni Nurdin Halid (NH) dan Rusdi Masse (RMS). Sebab keduanya saat ini tercatat sebagai pimpinan parpol: NH di Golkar dan RMS di NasDem.
Lalu, bagaimana pengaruh atau kekuatan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah? Berdasarkan kajian IDEC, tampaknya figur NA belum “direkeng” alias diperhitungkan.
Alasannya, dapat dilihat dari peran politik NA yang hampir tidak signifikan dalam kontestasi pemilu 2019. Kekuatan politik partai pengusung NA juga tidak bisa berbicara banyak pada pemilu.
“Ini karena mesin pengusung parpol Nurdin seperti PAN, PDIP dan PKS pada beberapa daerah tidak cukup signifikan dalam membuat poros kekuatan politik sendiri,” jelas Rahmad Arsyad, Direktur lembaga riset dan survey tersebut, sebagaimana yang dipublikasikan tribun-timur.com (21/7/2019).
Pencapaian politik tersebut seakan mengembalikan memori kisah RMS dan janjinya kepada SP. “Apa yang Anda harapkan menjadi Ketua DPW NasDem Sulsel?” tanya Ketua Umum DPP NasDem, Surya Paloh (SP) saat pertama kali menerima kedatangan RMS di kantornya, sebagaimana ditirukan Syaharuddin Alrif (Sekretaris DPW Partai NasDem Sulsel) yang menemani RMS ketika itu.
“Saya hanya ingin membesarkan partai ini. Itu janji saya,” jawab RMS singkat dan tegas. SP pun spontan bangkit dari duduknya dan langsung mengulurkan tanganya dan kemudian memeluk RMS dengan hangat sembari berkata “Selamat bekerja…!”
Dengan kata lain, bisa diartikan melalui hajatan skala nasional itu agaknya RMS ingin mengirim pesan tentang pembuktian dari janjinya saat pertamakali menerima amanah sebagai Ketua DPW Partai NasDem provinsi Sulawesi Selatan.
RMS adaah sosok pemimpin bukan penguasa. Ia peka, merangkul dan berempati. “Yang lebih penting, sebagai pemimpin ia selalu menepati janjinya. Bahkan RMS mampu memberikan hasil yang lebih dari yang ia janjikan,” kata Mulawarman, aktivis, mantan wartawan senior dan penggiat sosial.
RMS memaknai seorang pemimpin itu harus bisa membuktikan janjinya. Kalau tidak maka sang pemimpin secara tidak langsung sudah dicap kehilangan legitimasi sosial dimata publik karena dianggap telah berbohong.
Evaluasi terhadap pemimpin adalah kinerjanya, sejuah mana ia merealisasi dan membuktikan janji-janjinya. “Meskipun begitu seorang pemimpin bisa saja melakukan kesalahan atau khilaf. Tapi ia tidak boleh berbohong,” tandasnya. (*)