AJATAPPARENG.ONLINE, PINRANG, – Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, tentang pengelolaankeuangan daerah, maka penyusunan APBD tidak lagi menganut anggaran yang berimbang.
Artinya Pengelolaan Keuangan Daerah dapat disusun dalam keadaan surplus atau pendapatan lebih besar dari belanja daerah atau disusun dalam keadaan Defisit atau Pendapatan lebih kecil dari belanja yang direncanakan pada Tahun Anggaran berkenaan.
Namun, APBD Pinrang selama masa Kepemimpinan Bupati H.A.Irwan Hamid, justru dianggap berjalan kurang baik. Pasalnya, ada distorsi yang besar antara pendapatan dengan Belanja Daerah yang mengakibatkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah selalu dalam posisi yang defisit.
Menyikapi hal itu, mantan anggota DPRD Pinrang, Yusuf Timbangi, kepada media Minggu, (19/9/2021), mengatakan untuk mengontrol defisit dalam penyusunan APBD, Menteri Keuangan sebenarnya setiap tahunnya mengeluarkan Peraturan yang mengatur tentang Batas Kumulatif dan Batas maksimal Defisit Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), serta batas maksimal dan komulatif pinjaman daerah.
Nah, khusus APBD Tahun Anggaran 2021 di Pinrang, yang mengalami defisit sebesar Rp155 M, Yusuf menegaskan bahwa mencerminkan betapa buruknya perencanaan penganggaran Daerah dibawah kepemimpinan Bupati H.A. Irwan Hamid.
Menurutnya, defisit yang terjadi dan melampaui ambang batas maksimal defisit APBD ini, seharusnya sebagaimana diatur di dalam PMK Nomor 121 Tahun 2020 tentang batas maksimal kumulatifbDefisit APBD Tahun anggaran 2021, dimana PMK tersebut telah mengatur dengan jelas bahwa batas maksimal defisit APBD Tahun Anggaran 2021 hanya sebesar 5,4 % dari pendapatan bagiDaerah yang berkemampuan sedang seperti Kabupaten Pinrang.
“Artinya jika merujuk pada PMK tersebut dan memperhatikan jumlah pendapatan Daerah Kabupaten Pinrang yang direncanakan pada Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 1.293 Trilyun, maka batas maksimal Defisit APBD yang direncanakan seharusnya dibawah Rp. 70 Milyar. Artinya dengan Defist sebesar Rp 155 Milyar pada APBD 2021 mencerminkan bahwa, APBD kita lagi sakit,” tegasnya.
Apalagi, kata dia, kalau melihat sumber anggaran yang diharapkan untuk menutup defisit tersebut bersumber dari SILPAsebesar Rp 55 Milyar dan Rp100 Milyar dari dana pinjaman PEN, yang ternyata tidak disetujui oleh pemerintah pusat, maka dipastikan akan ada kegiatan fisik atau belanja modal yang tidak bisa terealisasipada APBD tahun ini.
Belum lagi jika diukur tingkat keberpihakan anggaran kepada rakyat, maka hal ini dapat
tergambar pada keseimbangan antara jenis belanja dalam kelompok Belanja APBD terutama antara jenis Belanja Barang dan Jasa (Belanja Honor, Makan Minum dan Perjalanan Dinas) sebesar Rp352.226.398.930.
“Jika dibandingkan dengan Belanja Modal yang bersentuhan langsung dengankepentingan masyarakat yang hanya Rp.186.725.467.353 , maka nampak jelas bahwa APBD 2021 tidak berpihak pada kepentingan masyarakat dimana alokasi belanja untuk jalan, jaringan Irigasi hanya sebesar Rp186 Milyar dari total belanja daerah sebesar Rp1,448 Trilyun, atau hanya sekitar 12,9 % dari total belanja daerah,” terangnya.
Parahnya lagi, lanjut dia, hampir dipastikan bahwa sumber pendapatan belanja modal jalan dan irigasi yang hanya sebesar Rp186 Milyar tersebut, sebagian besar direncanakan bersumber dari dana Pinjaman PEN yang tidak mungkin terealisasi.
“Sekarang yang menjadi pertanyaan, apakah Anggota DPRD terutama yang tergabung di banggar mengerti akan hal tersebut, karena hal ini tidak boleh dibiarkan terus menerus terjadi pada setiap Tahun Anggaran, untuk itu kita lihat hasil pembahasan APBD Perubahan 2021 yang lagi dibahas sekarang di DPRD,” tandas Yusuf Timbangi. (sp)