AJATAPPARENG.ONLINE, SIDRAP — Budaya gotong royong di tengah masyarakat Barukku Kecamatan Pitu Riase masih hidup dan mengakar sampai sekarang. Seperti yang terlihat saat proses pindah rumah (Mappalette bola) di Kelurahan Batu Kecamatan Pitu Riase, Jumat (4/1/2019).
Oleh masyarakat setempat kegiatan Mappalette bola ini dilakukan secara beramai-ramai oleh masyarakat setempat.
Bahkan kegiatan gotong royong memindahkan rumah ini juga turut dibantu oleh Sekcam Pitu Riase, Jemmy Harun, Kapolsek Pitu Riase AKP Sudirman, Lurah Batu Jamaluddin dan perangkat Kecamatan dan kelurahan batu.
Di Kabupaten Sulawesi Selatan (Sulsel), masyarakat suku Bugis masih mempertahankan Ma’Bule’Bola, sebuah tradisi mengangkat rumah panggung yang dilakukan beramai-ramai.
Tradisi ini sudah berlangsung turun-temurun. Warga yang hendak memindahkan rumahnya akan dibantu oleh warga sekitar dengan sukarela. Bobot rumah yang dipindahkan tentu saja tidak ringan, bisa puluhan ton. Jarak rumah yang dipindahkan ke lokasi baru juga biasanya tidak dekat.
Sekilas, kegiatan memindahkan rumah yang begitu besar tidak masuk akal sehat jika bisa dilakukan dengan tenaga manusia. Namun semangat gotong royong membuktikan bahwa hal yang mustahil bisa terjadi.
Dalam proses pemindahan rumah milik Jarah ini, warga terlihat beramai-ramai mengangkat rumah ke lokasi baru yang jaraknya sekitar 1 kilometer.
Untuk memudahkan proses mengangkat rumah awalnya, bambu-bambu diikat di masing-masing tiang rumah. Ini nantinya menjadi alat bantu mengangkat rumah. Bambu tersebut dipanggul bersama-sama untuk mempermudah mengangkat rumah dan memindah ke lokasi baru.
Untuk sampai di lokasi baru yang jaraknya terbilang jauh itu, tak jarang warga harus berkali-kali untuk menurunkan rumah karena terlalu berat, lalu diangkat kembali. Memerlukan waktu beberapa jam untuk bisa tiba di lokasi baru.
Kegiatan memindahkan rumah di Barukku ibu kota kecamatan Pitu Riase itu sedikit terkendala dengan tanaman pinggir jalan yang menghalangi proses pemindahan. Namun beruntung cuaca cukup mendukung.
Pemilik rumah, Jarah mengaku sangat terbantu dengan masih adanya semangat gotong royong seperti ini. Ia mengaku tanpa gotong royong tersebut kemungkinan sangat sulit baginya untuk memindahkan rumahnya, terutama masalah biaya. “Tapi dengan budaya gotong royong ini kita hanya menyiapkan konsumsi bagi masyarakat yang ikut gotong royong,” ujar Jarah.
Camat Pitu Riase, Abbas Aras mengatakan, tradisi gotong royong memindahkan rumah tersebut sudah dilakukan oleh masyarakat Pitu Riase secara turun-temurun. Warga yang hendak memindahkan rumahnya akan dibantu oleh warga sekitar dengan sukarela. “Ini budaya gotong royong yang masih hidup dan lestari di masyarakat kita sampai saat ini,” ujarnya.
“Kita bisa lihat, secara spontan masyarakat datang membantu. Ratusan orang ikut mengangkat rumah. Penyampaian cuma melalui pengumuman di masjid dan secara spontan masyarakat datang beramai-ramai,”lanjut Abbas.
Umumnya lanjut Abbas setelah rumah selesai dipindahkan atau di tempat baru, kegiatan dilanjutkan dengan acara syukuran atau yang dikenal masyarakat Bugis dengan acara Baca Barazanji. Tujuannya agar rumah yang baru saja dipindahkan terhindar dari bencana dan malapetaka. “Tradisi lalu diakhiri dengan acara makan bersama sebagai bentuk ikatan silaturahmi yang erat antara warga,” katanya.
Usai mengangkat rumah ratusan warga yang terlibat dalam kegiatan ini menyantap makanan yang disediakan pemilik rumah. Hal ini juga dianggap sebagai imbalan dan ucapan terima kasih kepada seluruh warga yang rela meluangkan waktu untuk membantu memindahkan rumahnya.
Sementara Sekcam Kecamatan Pitu Riase, Jemmy Harun yang ikut membantu warga mengaku kagum dengan samangat gotong royong yang masih terjaga tersebut. “Ini pemandangan yang paling menakjubkan selama saya bertugas disini. Saya sangat bangga bahwa di era seperti ini masih ada tempat yang semangat gotong royong dan ikatan kekeluargaannya masih sangat tinggi. Semoga ini terus terjaga,” pungkasnya. (spa)