Status Talawe sempat dibahas di era periode kedua Bupati H Rusdi Masse. Kala itu, Rusdi Masse sempat meminta DPRD Sidrap untuk menggodok kelayakan Talawe untuk dimekarkan dan didefinitifkan.
“Tapi sampai sekarang, statusnya belum jelas. Apalah layak atau belum,” tukasnya.
Alasan kedua, lanjut Mas’ud, dua penjabat desa persiapan Talawe yang di SK bupati Dollah Mando hanya berselang 7 bulan cacat hukum.
Maret 2019, ada SK terbit yang menunjuk Nurdin selaku penjabat kepala desa Talawe, kemudian SK kedua atas nama Arifin Lattu.
Dari dua SK tersebut, kata Mas’ud, tidak ada alasan yang jelas dari bupati terkait pergantian kepala desa.
Terlebih, pergantian sepihak itu tidak melibatkan masyarakat dan BPD setempat. Ia juga mengaku tak pernah mendapat penjelasan dari Bupati soal alasan pencopotan dirinya.
“Sampai sekarang, tidak ada alasan jelas, kenapa saya diganti kecuali statemen yang mengatakan penjabat kades harus ASN. Tapi itu aturan baru, sementara SK saya sejak tahun 2007. Artinya bisa berlaku surut,” tegasnya.
Menurutnya, kebijakan pemerintah daerah ini adalah bentuk kesewenang-wenangan yang tidak memikirkan kondisi masyarakat Talawe secara umum.
Alasan ketiga, kata dia, Bupati Sidrap, Dollah Mando bahkan dituding telah membuat kebijakan yang justru memecah masyarakat Talawe yang imbasnya mengarah kepada keamanan dan kondisifitas masyarakat. Padahal, seharusnya kebijakan harus memprioritaskan kondisi masyarakat akibat pergantian itu.
Bupati menerbitkan SK tanpa melibatkan unsur masyarakat dan BPD. “Akhirnya apa terjadi sekarang?. Kisruh yang terjadi bukan lagi soal siapa kades yang sah atau tidal sah. Tapi sudah masuk ranah siri’ dan harga diri masyarakat Talawe,” tandasnya. (*/ajp)