Menu

Mode Gelap
32 Legislator Sidrap dari Partai Pengusung ‘Andalan Hati’ Bertemu Bahas Pilgub Sulsel Polres Enrekang Pantau Lokasi Debat Terbuka Paslon Cabup dan Cawabup Di Teppo, Ketua DPRD Pinrang Hadir Sosialisasikan Pasangan Beriman dan Andalan Hati Satlantas Polres Pinrang Gelar Syukuran HUT Lalu Lintas Bhayangkara ke-69 2 Kali Lebih Baik, Paslon Iwan-Sudirman Harap Pilkada Cerdas

Ragam · 13 Jan 2019 17:20 WITA ·

Warga Leppangeng Andalkan Produksi Gula Merah


 Warga Leppangeng Andalkan Produksi Gula Merah Perbesar

AJATAPPARENG.ONLINE, SIDRAP — Berkebun cengkeh menjadi penghasilan utama masyarakat Dusun Pasangridi, Desa Leppangeng, Kecamatan Pitu Riase Kabupaten Sidrap. Namun berkebun cengkeh ini hanya bisa dinikmati setiap satu kali setahun.

Masyarakat di desa yang berjarak sekitar 90 kilometer dari ibu Kota Kabupaten Sidrap ini harus mencari pekerjaan alternatif. Salah satu pekerjaan alternatif yang dilakoni masyarakat Desa Leppangeng khususnya di Dusun Pasangridi adalah membuat gula merah.

Gula merah yang dibuat ini bahan dasarnya adalah tuak dari pohon enau. Saat berkunjung ke Dusun Pasangridi ini, rombongan Sekretaris Kecamatan Pitu Riase, Jemmy Harun bersama seorang kepala seksinya, menyempatkan diri mengikuti proses pembuatan gula merah tersebut.

Salah seorang warga yang membuat gula merah, adalah Saripi.  Ia harus berangkat pukul 06.35 wita dan berjalan sekitar 50 meter menujuk pohon enau.

Di sinilah ia memgambil air dari pohon enau untuk diolah menjadi gula merah.

Diperlukan waktu beberapa jam agar tuak manis tadi bisa berubah wujud menjadi gula merah.” Biasanya setelah dimasak terus menerus dari pagi, biasanya setelah shalat Duhur sudah bisa kita cetak menjadi gula merah,” lanjutnya.

Gula merah hasil kerjajinan tangan Saripi dan masyarakat setempat umumnya berbentuk segi empat. Tidak ubahnya seperti batu bata di belah dua. Dalam sehari, Saripi mampu membuat 2 sampai 5 ikat. Dalam satu ikat berisi 10 biji.”

Biasanya kalau lagi mujur, terutama saat pengambilan tuak masih Awal-awal setiap pohonnya masih bisa kita dapat sampai 5 ikat, tapi kalau sudah lama biasanya airnya juga sudah mulai berkurang makanya kadang sisa 2 atau 3 ikat saja,” terang Saripi.

Harga jual untuk satu ikat lanjut Saripi biasanya dihargai oleh pedagang sekitar 50 sampai 55 ribu perikat.

Sekcam Pitu Riase, Jemmy Harun mengaku kagum dengan kreatifitas yang ditunjukkan masyarakat di Dusun Pasangridi Desa Leppangeng tersebut. “Saya bangga dengan hasil bumi dan hasil kreatifitas warga setempat. Memang perlu perhatian pemerintah agar akses jalan kesini bisa semakin bagus. Tapi memang harus bertahap. Sekarang sudah pengerasan, semoga ke depan bisa di beton,” tandasnya. (rls)

Visited 9 times, 1 visit(s) today
Artikel ini telah dibaca 42 kali

badge-check

Editor

Baca Lainnya

Masjid Tua Tosora Wajo, Didirikan Cucu Rasulullah SAW

17 April 2024 - 15:34 WITA

Rasakan Sensasinya, Nasi Goreng ‘Lupa Mantan’ di Jln Singa, Pangkajene

1 Januari 2024 - 16:13 WITA

Gula Tappo, Produk Andalan Kecamatan Pitu Riase Tampil di Pameran UMKM

7 November 2023 - 19:47 WITA

Ayo ke Desa Leppangeng, Punya Destinasi Wisata Alam Menarik

26 Oktober 2023 - 12:59 WITA

Jembatan Pelangi Lagading, Destinasi yang Menawarkan Keindahan

4 Oktober 2023 - 20:32 WITA

Meriah, Pembukaan MAFEST 2023 di Alun-alun Alla Enrekang

30 September 2023 - 14:04 WITA

Trending di Ajatappareng

Konten ini milik Ajatappareng Online. Anda tidak dapat menyalin konten ini.