AJATAPPARENG.ONLINE, — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat rekor jumlah operasi tangkap tangan terbanyak pada 2018 dibanding lima tahun terakhir. Pejabat daerah banyak jadi sasaran.
Terobosan dalam upaya pencegahan korupsi tampaknya masih harus digalakkan.
Sebanyak 29 operasi KPK sepanjang tahun ini setidaknya menyeret 29 pejabat daerah dan 79 tersangka lainnya baik dari swasta, eksekutif, maupun legislatif. Mayoritas pejabat daerah dari 14 provinsi tersebut menerima suap dan gratifikasi.
Selama 2017 KPK melakukan 19 kali Operasi Tangkap Tangan (OTT); tahun 2016 “hanya” 17 kali; sementara pada 2015 terdapat 5 kali OTT; dan pada 2014 tercatat 5 kali. Angka tahun inipun bisa bertambah, bila masih ada ada operasi yang berlangsung hingga akhir bulan Desember 2018.
Rekor OTT dengan beragam modus itu meramaikan pemberitaan sepanjang tahun ini. Pada awal tahun, lembaga antirasuah mencokok Gubernur Jambi, Zumi Za, yang menerima gratifikasi senilai Rp44,138 miliar, dan sebuah mobil Alphard selama menjabat sebagai orang nomor satu di Provinsi Jambi.
Ada pula Bupati Halmahera Timur, Rudi Erawan yang menerima duit suap tertinggi kedua setelah Zumi Zola, senilai Rp6,3 miliar. Penangkapan Rudi merupakan hasil pengembangan kasus yang menjerat si terdakwa penyuap, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary.
Bupati Lampung Tengah Mustafa juga terbukti menyuap anggota DPRD Lampung Tengah senilai Rp9,6 miliar untuk menyetujui rencana pemerintah setempat meminjam uang ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Sarana Multi Infrastruktur senilai Rp300 miliar.
Sementara itu, kasus pencucian uang menjerat Bupati Lampung Zainudin Hasan dan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman. Zainuddin didakwa membelikan duit korupsi untuk sejumlah aset seperti 16 bidang tanah. Taufiqurrahman mencuci uang gratifikasi selama empat tahun belakangan dalam menjadi mobil dan tanah.
Di sisi lain, Peraturan Presiden (Perpres) Strategi Nasional Pencegahan Korupsi baru diterbitkan pada Juni lalu. Lewat Perpres bernomor 54 Tahun 2018, dibentuklah Tim Nasional (timnas) Pencegahan Korupsi (PK).
Pasal 3 Perpres tersebut menyebutkan bahwa fokus Timnas PK adalah pada perizinan dan tata niaga, keuangan negara, serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi. Beban administrasi dan tumpang tindih diharpakan berkurang melalui kolaborasi.
Perpres tersebut tetap
mengukuhkan peran KPK sebagai koordinator dan supervisi. Fokus penegakan hukum akan tetap diemban KPK.
Empat kementerian dan lembaga menjadi bagian dari Timnas PK itu. Keempatnya adalah: Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Kepala Staf Kepresidenan.
Terobosan baru pencegahan korupsi di daerah juga baru diluncurkan lewat Korsupgah Terintegrasi sejak 2016. Koordinasi dan Supervisi Bidang Pencegahan (Korsupgah) kini terintegrasi dengan bidang penindakan, tidak lagi jadi aksi terpisah.
Upaya integrasi ini, ditambah kehadiran Timnas PK, diharapkan bisa memperbaiki catatan korupsi, khususnya di tingkat pemerintah daerah yang pengawasannya hingga saat ini diakui belum optimal. (*/spa)